Rabu, 17 Juni 2015

This is so me!

May, 2015
#latepost

The other day I asked one of my lovely friend named Afi about her working life at a startup company, because I have the same condition with her;

1. we're young and cool (teehee!)
2. we are working at IT company which is startup company
3. we both work as a marketing/business development
4. we face the facts that somehow people underestimated us for working at a startup company

I felt like i found my twins! hahahaha. and after i saw her blog posting about this condition I was like Ya Allah.... THIS IS SO MEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!!!!
I asked her again that i want to repost her writing (because yes that was sooo me! plus, i'm such a lazy person to write the same "story" just like her hehehehe). And she was like..... 'yes you can :D'

So here it is.......
Original post by: Prahariezka Arfienda https://findyourstruly.wordpress.com/2014/10/08/starting-up-with-start-up/#more-427
"Starting up with startup"
Hari ini, gue akan cerita sedikit tentang suka duka…hmmm wait. Bukan suka duka sih. Tapi, challenges and happiness, yang gue alami selama bekerja di start-up company.
Kenapa gue gak mau sebut suka duka? Karena kalo duka itu—well I don’t know, it’s just me. Kesannya kok kayak sedih, gundah gulana, galau, dan miserable. While, gue—alhamdulillah, sujud syukur—so far gak merasakan hal seperti itu.
Well…buckle up, lads! Let’s start!
Gue rasa, udah hal yang wajar ketika lo baru lulus kuliah, kemudian tuntutan dari orang tua, keluarga, oma, opa, pakde, bude, om, tante, ponakan, adek, kakak (ebuset rebek amat yak. Gak Pak RT aja sekalian?). Yah intinya, orang-orang (baca: literally orang-orang sejagat raya dan luar angkasa), akan expect lo buat bekerja di tempat yang ada prestige nya. Perusahaan di mana ketika satu kali lo sebut namanya, orang-orang langsung bilang ‘wah keren!’, atau ‘Oh, perusahaan yang bikin sesuatu itu ya?’, ‘Oh company A yang itu ya!’, atau mungkin ‘ih hebat banget kamu’. Atau yang lebih ekstrim lagi, ‘wah gajinya gede dong? udah sukses dong? anak tante single lho! kamu mau gak tante jodohin sama dia…’ (Untuk pernyataan terakhir, jika lo laki-laki yang mendapat pertanyaan seperti itu dan ternyata anak temen nyokap lo itu secakep Chelsea Islan, HAJAR! Bagi para wanita, seandainya objek itu seganteng Andrew Garfield tapi dia gak pinter nyari duit, JANGAN MAU!).
Anyway, kayaknya sih udah kodratnya tuntutan itu akan selalu ada. Apalagi ketika lo bergelar S1 atau S2. Yang notabene biaya kuliahnya gak sedikit. Wedeeeehhh…pasti ada deh itu tuntutan ‘balik modal’. Maksudnya di sini itu, ya ada tuntutan di mana gaji lo diusahakan haruslah lebih gede dari semesteran lo. Pas kuliah (UHUK!)
Gue yakin yang kuliahnya mahal tapi gajinya belom pada mencapai target, pasti langsung gak napsu makan begitu baca ini. HAHA! Tenang, you are not alone kok. Woles aja. Ada ribuan orang yang senasib di luar sana. Gak usah khawatir.
Maka, streotipe seperti itulah yang pada akhirnya mengantar ribuan fresh graduate untuk berbondong-bondong menyambangi job fair, career days, dan bursa usaha lainnya. Buat apa? Ya buat apa lagi kalo bukan nyari kerjaan di tempat yang katanya prestisius itu.
Gue? Well yeah, almost one year a go, you would find me strolling around, wander among the crowd of the holy-superb-fully-crowded job fair. Udah gak tau lagi berapa banyak CV yang gue sebar. Udah gak paham lagi berapa email yang gue kirim ke berbagai email dengan address hrd@…..co.id. Nongkrongin laptop siang malem sampe bego nungguin email balesan, HP standby 24 jam nunggu telepon panggilan tes atauinterviewOne, two, three, and some interviews. One, two, three, and some more ‘BELUM LOLOS’ mails. One, two, three, and some other ‘UNDANGAN TEST’ messages. 
One..two..three…
And BAM! There! I fell down to the pit. Pit of failures, at that point when I was hopelessly giving up with all the rejections from those large companies. Haduh berasa dodol banget gue, kenapa sampe bisa ditolakin segitu banyaknya perusahaan. (Ada yang senasib? Kita tos dulu yuk! *high five*!)
Until one day, di sebuah job fair yang entah ke sekian berapa kalinya gue masuki, God showed me his mercy. Gue gak tau apa yang membuat gue tergerak untuk drop CV di sebuah perusahaan yang gue bahkan belum pernah denger namanya. Belum pernah lihat logonya. Dan belum pernah gue temukan social media-nya.
Basically, ini adalah sebuah start-up company. And when I said startup company, it was literally starting up the business. Barely start for one year. Even the employees were less than 10. 
It was far from my dream. When I graduated, I always pictured myself in the future as a girl who started her career in the early-twenty at some prestigious company. Walking around some cool buildings in an exclusive business district. That kind of stuffs. 
Tapi setelah nyemplung ke start up companyI have to admit. It captivated me. And I’m in love with one of the guy in the office how the business runs. 
Bagi gue, start up company adalah tempat paling ideal untuk belajar tentang dunia kerja, and the real business world. Luckily, perusahaan gue bergerak di bidang IT yang dituntut serba cepat. Dan ketika gue ngejalanin kerjaan gue, ngeliat semua pergerakan bisnis dari A-Z, gue merasa kayak butiran debu. As if semua yang gue pelajari selama 3.5 tahun di bangku kuliah itu cuma seujung kuku. Beberapa teori muncul dan literally dipraktekkin. Tapi, banyak juga praktek yang gue jalani tanpa teori. Learning by doings, trial and errors. Those kind of things.
Tapi itu yang menarik. Gue dicekokin berbagai macam ‘pelajaran’. Dan gue sadar, rencana Tuhan pasti selalu yang terbaik. Tuhan lebih tahu apakah gue siap atau gak buat ditempatin di perusahaan berskala besar. Dan terbukti, gue masih harus lebih amat sangat banyak belajar. Dan gue bersyukur, beberapa bulan lalu Tuhan mengarahkan kaki gue ke booth start up company ini, dan membimbing tangan gue untuk drop CV di sana.It was a gift.
Apa lagi, pekerjaan gue mengharuskan gue bertemu dengan banyak orang. Gue harus bertemu dengan berbagai jenis client dengan sifat yang berbeda-beda. Sometimes, gue bisa dibikin down. Dibikin semangat. Dibikin annoyed. Atau dibikin seneng. Tapi point nya satu: selalu ada pelajaran berharga dari setiap orang yang gue temui.
Gak cuma itu aja, karena gue kerja di perusahaan yang bergerak di dunia IT, kami dituntut untuk bergerak cepat. Karena teknologi itu gerak terus setiap saat. Hari ini lo bisa lihat sebuah inovasi baru. Beberapa jam kemudian, udah ada kompetitor baru yang dibahas di artikel salah satu majalah. Gila sih emang. Speed nya gak nyante, Tapi, justru itu tantangannya. Lo dipaksa buat bekerja dan berpikir cepat. Kreatif, above all. Dan harus udah nyiapin solving seperti apa yang akan dilakukan ketika ada sebuah masalah.
Satu hal di start-up company yang jarang lo temui di perusahaan yang udah established: lo diberi hak, kewajiban, dan kebebasan untuk belajar sendiriJust you and the whole new lessons. You are the teacher of your own. Gak ada mentor yang ngajarin, Pelajaran langsung lo dapet dari lapangan, atau dari diskusi dan komplain dari bos lo. Well ya, literally dari bos lo langsung, Karena untuk beberapa start-up, antara bos dan karyawan nyaris gak ada jarak.
Hal menyenangkan lain yang bisa lo dapat ketika lo kerja di start-up company yang rulesnya agak nyantai adalah: you can dress pretty much whatever you want. AND I LOVE THIS! I can dress casually, wearing boots or sneakers. I can pull formal business attire combined with casual accessories. Bagi gue yang hobi mix and match, my office is my runway. And my friends never mind it. And I’m glad!
Anyway, hidup gak seru kalo gak ada tantangannya. Begitu juga dengan kerja di start-up company. So here’s the challenges. Karena jumlah employee yang belum banyak, jangan heran kalo lo harus merangkap beberapa pekerjaan. Hari ini, gue bisa aja diem di kantor dan mikirin copy-write yang tepat buat website atau apps. Gak lama kemudian, gue akan keliling-keliling dari satu tempat ke tempat lainnya untuk meeting sama orang,convince mereka  buat pake produk kita. Gue juga harus mikirin gimana caranya bisa ngejar target jumlah downloader dalam waktu yang udah ditentukan. Lalu gimana caranya buat promote poduk kita ke orang-orang.
When you heard it, it seems hard. When you do it, it’s harder than you could imagine. Hahaha! Really! Tapiii, di situlah serunya. When you push yourself to the limit, then you’ll find yourself stand tall, upon your skills and abilities that now increase.
Begitulah start-up. Justru di sini, gue nemuin apa yang gue suka. Apa yang gue mau. Dan apa visi gue ke depannya. Mungkin salary gue gak segede temen-temen gue yang lain, yang kerja di perusahaan skala besar. Tapi, pelajaran dan pengalaman yang gue dapat, itu yang paling penting.
Gue gak tahu sampai kapan gue akan stay di start-up company. Dan gue gak tahu apakah nanti gue akan resign lalu loncat ke perusahaan yang scale nya lebih besar, atau pindah ke start-up company lain. Or even create my own start-up. Yang gue tahu, sekarang gue masih menikmati proses penggemblengan gue di start-up company. Dan gue harus jadi jauh lebih baik setelah beberapa bulan di sini.
Kalo sampe beberapa bulan ke depan kemampuan analisis, problem solving, dan skill lain gue masih sama-sama aja kayak pas gue masih kuliah…please slap yours truly over here hard on her face!
So, how was it lads? Buat kalian yang lagi galau, gue sih berani saranin kalo start up company is worth to try to start your career. Well, resikonya mungkin, saat lo ketemu sama orang-orang dan kasih tau mereka lo kerja di mana, mereka mungkin akan mengernyit. And they’ll give you that ‘apaan-sih-itu-kok-gue-baru-denger’ sight. Tapi, betapa bangganya lo ketika lo menjadi salah satu orang yang membuat perusahaan lo dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan dikenal. Dan reaksi orang ketika lo nyebutin start-up tempat lo mengawali karir lo adalah ‘Oh! Iya gue tau! Wow man, that’s awesome!‘.
Being a follower is good. But being a pioneer, it’s indeed great and challenging!
What a great post Afi! I couldn't agree more!
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar